Cerita Kampung Dapur 12 di Kota Batam, Dulu Jadi Pemasok Arang untuk Warga Singapura
Tak banyak yang tahu jika di Kota Batam ada sebuah daerah yang memiliki nama unik yakni Kampung Dapur 12. Kampung ini cukup jauh dari hiruk pikuk Kota Batam tepatnya berada di Kelurahan Sei Pelunggut, Kecamatan Sagulung, Kota Batam.
Dahulu kala, kampung tua ini memasok kebutuhan arang untuk memasak warga Singapura. Kampung Tua Dapur 12 awalnya bernama Kampung Tanjung Atok Itam. Namun untuk mengenang sejarah, kampung tersebut diberi nama Kampung Tua Dapur 12.
Pada masa lampau penduduk Batam yang disebut masyarakat Melayu mencukupi kebutuhannya dengan menangkap ikan. Selain itu mereka berdagang, mencari kayu, membuat tembikar, dan sebagainya. Sementara orang Tionghoa yang dikenal dengan sebutan nama Cina Kebun sebagian besar adalah imigran dari dataran Tiongkok yang menetap di pedalaman hutan dan membuka perkebunan karet, gambir, hingga merica.
Sekitar tahun 1930-an, ada orang China yang membuka usaha dapur arang dan bekerja sama dengan orang Melayu yang mencari kayu bakau untuk pembuatan arang. Dikutip dari Buku Mozaik Batam di Bumi Segantang Lada yang ditulis oleh H Mhd Alfan Suheiri dijelaskan jika hutan bakau yang tumbuh sumbur di sepanjang pesisir Batam menjadi berkah bagi penduduk temppatan.
Selain sebagai nelayan, sebagian penduduk menebangi hutan kayu bakau dan mengolah kayunya menjadi arang. Kayu arang olahan penduduk Batam bernilai ekonomis tinggi dan sangat laku di Singapura.
Akhirnya kayu arang tersebut menjadi salah satu komiditas yang dijual ke Singapura. Penjualan arang sudah dilakukan sejak zaman penjajahan Belanda. Oleh warga Singapura, arang digunakan untuk bahan bakan saat memasak. Biasanya arang yang dibuat oleh warga Batam dibawa oleh toke arang dengan menggunakan kapal kayu. Bahkan sangking larisnya, dalam sehari toke arang bisa bolak-balik Batam-Singapura.
Saat ke Singapura mereka membawa arang dan ketika pulang ke Batam, mereka membawa sembako. Transaksi yang dilakukan kala itu dengan cara tukar barang atau barter. Alfan Suheiri menulis pengiriman arang besar-besaran dari Batam ke Singapura terjadi pada tahun 1960-an.
Saat itu kebutuhan arang cukup tinggi karena penduduk Singapura mulai ramai. Biasanya arang diproduksi di lokasi pesisir Batam dan dapur arang yang digunakan adalah milik tauke yang akan mempekerjakan beberapa orang. Namun ada juga tauke yang mengumpulkan arang dari penduduk dan jika jumlahnya sudah banyak akan dibawa ke Singapura.
Ada 12 dapur arang berukuran besar
Dari cerita tutur masyarakat sekitar, di Kampung Tanjung Atok Itam ada 12 dapur arang berukuran besar. Namun saat ini hanya ada beberapa dapur arang yang tersisa. Satu dapur arang berukuran besar dengan tinggi limer meter dan luas lebih dari 25 meter.
Satu dapur arang bisa menghasilkan 30 ton arang dengan pembakaran antara 1 bulan hingga 1,5 bulan. Dua dapur arang dibangun oleh ayah Samyong, seorang tauke arang yang berasal dari Singapura. Tony A Samyong (Sam Hiong) adalah salah seorang pejuang pada zaman konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia.
Saat Samyong masih kecil, ia dan ayahnya hijrah dari Singapura ke Batam dan mendirikan usaha dapur arang yang diteruskan oleh Samyong. Diceritakan saat Samyong berusia 12 tahun di tahun 1947, ia sudah terjun membuat arang membantu ayahnya. Di masa kejayaannya, satu dapur arang bisa menghasilkan hampir 30 ton arang yang dijual ke Singapura dengan mata uang dollar Singapura.
Selain di Dapur 12, keluarga Samyong juga memiliki dapur arang di Seijodoh dan menjadi satu-satunya usaha dapur arang di lokasi tersebut. Kala itu, masyarakat melayu di Seijodoh masih bekerja sebagai nelayan dan sebagian berkebun.
Usaha dapur arang juga ditemukan di hampir semua pesisir Batam dan muara sungai seperti Seijodoh, Duriangkang, Dapur 12, Sungai Buluh dan tempat lainnya. Selain dekat dengan bahan utama yakni kayu bakau, pemilihan lokasi di muara sungai dan pesisir adalah untuk memudahkan mengirim arang dengan perahu ke Singpaura.
Kala itu banyak warga yang menggantungkan hidupnya dari dapur arang. Namun sekitar tahun 1980 usaha dapur arang tersebut sudah tidak bisa bertahan, karena bahan yang digunakan sudah mulai menipis.
Mulai berkurangnya bahan yang akan diproduksi dapur arang tidak bisa semua digunakan hanya beberapa dapur yang bisa digunakan. Seiring berjalannya waktu bisnis dapur arang sudah tidak bisa beroperasi karena bahan sudah tidak ada dan Batam sudah dibangun oleh pemerintah pusat.
Saat ini usaha dapur arang tersebut hanya tinggal kenangan dan tidak adalagi aktivitas pembakaran arang. Bahkan dapurnya pun sudah lapuk dimakan usia karena tidak pernah digunakan. Untuk mengenang sejarah maka tetua Kampung Tanjung Atok Itam sepakat memberi nama kampung mereka menjadi Kampung Tua Dapur 12.
Sumber :
https://regional.kompas.com/read/2021/02/21/09100081/cerita-kampung-dapur-12-di-kota-batam-dulu-jadi-pemasok-arang-untuk-warga?page=all#page2.
No comments:
Post a Comment